SILOKALIKU.COM

.:Berita Terbaru .:Blogging .:SEO .:Bisnis .:Teknologi .:Travelling .:Olahraga .:Tips Dan Trik

Gerakan Ubah Fokus Pendidikan

Gerakan Ubah Fokus Pendidikan Sekurang-kurangnya ada beberapa alasan mengapa fokus pendidikan kita "balik Kanan" 180 derajat,ini sangat memprihatinkan sekali menurut saya pribadi.
Akan tetapi,kita harus menunggu pergantian rezim,mengingat penguasa saat ini ingin zona nyaman dan programnya tidak di ganggu gugat.


Analisis ini  dapat di pandang tak etis,tetapi mungkin saja justru sangat etis.Bertens pada tahun 2000 menegaskan,bahwa untuk menentukan sesuatu yang etis atau tidak etis,orang harus bisa mempertimbangkan tiga tolak ukur moral seperti hati nurani,kaidah emas, dan audit sosial.Perihal- hati nurani,jelas bahwa setiap orang menggunakannya bergantung pada tingkat ketajamannya masing-masing.

Dalam tolak ukur kaidah emas,disebutlah kata mutiara seperti ini "Hendaklah memperlakukan orang lain seperti anda sendiri ingin diperlakukan".Disini berlaku ungkapan Jawa tepa salira,tenggang rasa.
" Jika anda tak ingin sakit hati,janganlah anda menyakiti pihak lain".
 Sementara itu,tolok ukur audit sosial menyebutkan bahwa diminta atau tidak,hendaklah siapapun (terutama penguasa) menyadari bahwa pihak lain (sebutlah masyarakat) pasti sudah dengan sendirinya memberikan penilaian terhadap program penguasa.Tulisan ini berpijak pada tolok ukur audit sosial itu.


BUDGET


Semua pihak tau bahwa budget untuk fungsi pendidikan tertinggi dibandingkan dengan budget fungsi mana pun.Tolak ukur audit sosial serta-merta dan wajar akan mengatakan atau bahkan menuntut,
"dengan alokasi anggaran terbesar di fungsi pendidikan,apa hasil besar yang telah dan dapat dirasakan masyarakat?"
Pada 2013,budget fungsi pendidikan Rp.345,3 triliun.Bahkan pada tahun 2014,alokasi ada kenaikan sekitar 7,5 persen,yaitu 371,2 triliun.Pada 2013,alokasi budget untuk Kemdikbud Rp.51,130 triliun atau 15 persen dari anggaran seluruh fungsi pendidikan.Untuk 2014,anggaran Kemdikbud Rp.82,7 triliun atau 22 persen 22 persen dari fungsi budget pendidikan.Fakta lapangan pada 2013 salah satunya menyebutkan bahwa ternyata di tingkat pendidikan dasar sekitar 480.000 anak (dari 42 juta) Droup Out ketika mereka berada dikelas dua dan tiga SD.

Fakta lainnya,Angka Partisipasi Murni (APM) SMP sederajat 16,95 persen lebih rendah dari pada APM SD sederajat ditahun yang sama.Artinya wajib belajar sembilan tahun tercapai tidak lebih dari 80 persen dan itu menunjukan betapa masih ada persoalan penting menyangkut penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.

Belum tuntasnya wajib belajar pendidikan sembilan tahun ditinjau dari sisi anggaran memang beralasan sekali,karena pada tahun 2013 ternyata alokasi  anggaran untuk pendidikan dasar hanya 23 persen,untuk pendidikan menengah 22 persen dan sisanya 55 persen di alokasikan untuk pendidikan tinggi.Inilah "balik kanan" pertama yang harus terjadi di tahun-tahun mendatang,yaitu alokasi anggaran untuk pendidikan anak usia dini,dasar dan menengah harus jauh lebih besar dari pada alokasi untuk pendidikan tinggkat tinggi.

Balik kanan 180 derajat ini tak cukup hanya pada alokasi anggarannya,tetapi juga para pejabat di Kemdikbud,karena dalam lima tahun terakhir ini mereka di dominasi unsur perguruan tinggi.


PARADIGMA "WONG CILIK"


Tidak tuntas di wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun atau anak usia 7-15 tahun agaknya menjadikan "ketakutan" tertentu dalam diri Kemdikbud dan akhirnya tidak berani mencanangkan wajib belajar 12 tahun.Lalu dirumuskanlah Pendidikan Menengah Universal (PMU) dan mulai 2014 konon PMU sangat di utamakan dan di fokuskan agar kelak pada 2020 sebanyak 97 persen anak usia 16-18 tahun mendapatkan pendidikan menengah.

Konsep PMU tidak sangat tegas,kecuali hanya menekankan bahwa PMU adalah bentuk investasi yang mengantarkan generasi sekarang menjadi generasi masa depan yang kompeten dan produktif.Maka PMU perlu dilandasi tiga kriteria yaitu nondiskriminatif ,afirmatif,dan kualitas (Bambang Indriyanto dalam majalah pendidikan Merah Putih,edisi 58,Desember 2013).Ketidaktegasan ini sebaiknya menjadikan momentum "balik kanan"  kedua bagi penguasa kedepan yang konon selalu mengumandangkan jargon demi kesejahteraan wong cilik.

Intinya,setelah balik kanan pertama,maka pada balik kanan kedua ini harus berani ditetapkan dan  ditegaskan pentingnya wajib belajar dua belas tahun.Pemaknaan tentang wong cilik jangan terbatas pada aspek dan hitungan ekonomi yang mengarah kepada merekayang miskin,tetapi juga harus fokus kepada wong cilik dalam arti anak usia 0-18 tahun dalam segala aspek kebutuhannya,terutama pendidikan.

Dunia pendidikan dewasa ini sudah sangat kapitalistis,contohnya sangat jelas adalah kegiatan study banding keluar negri yang dilakukan,baik siswa,kepala sekolah,maupun guru (termasuk di perguruan tinggi).Study banding ke luar negri sebenarnya hanya pergi pesiar,wisata,dan belanja,tetapi dibungkus study banding tanpa pernah mempertimbangkan sebanding atau tidak.

Paulo Freire pernah menegaskan dalam sekolah,kapitalisme yang licik (ed M Escobar 1988),tindakan pendidikan adalah tindakan politik yang sangat mempengaruhi cara pandang  setiap orang dalam mengkritik system kehidupan dan pendidikan yang sangat di warnai corak kapitalisme.Sayangnya,sekolah justru menanamkan cara pandang dan system kapitalisme itu.

Sekolah selalu gagal menanamkan dan menghadirkan realitas sosial yang harusnya di gumuli sekolah (siswa dan guru).Karena proses dan reproduksi pendidikan sangat jauh dalam membaca realitas sosial secara kritis dan cerdas.Mengambil contoh yang saat ini sedang terjadi terkait bencana alam,apakah Kemdikbud punya terobosan agar sekolah mengajarkan realitas sehari-hari tentang banjir,tanah longsor,gempa?tidak.

Karena itu diperlukan "balik kanan" ketiga.Penguasa kedepan hendaknya benar-benar menyadari bahwa pendidikan harus berhasil menanamkan bela rasa kepada wong cilik dalam arti golongan miskin menderita.Maka sekolah harus dijauhkan dari pola pikir kapitalistis.Alokasi dana fungsi pendidikan 65 persen terserap untuk gaji dan berbagai tunjangan guru atau dosen.Oleh karena itu,penguasa kedepan harus berhasil menuntut guru benar-benar mencurahkan seluruh perhatiannya kepada tertanamnya bela rasa kepada wong cilik.

Sumber      : Inspirsi-Kompas.com

Baca juga Kisah Abadi Wayang Potehi

2 comments

semoga saja perubahan kurikulum ini dapat membuat pendidikan diindonesia makin maju yamas.
jangan sampai sebaliknya

Mudah"mudahan saja mas,soalnya saya perhatikan jaman sekarang ini banyak sekali wong cilik yang terlantar dalam hal pendidikan :capedeh

terimakasih atas kunjungannya

Back To Top